Pembicaraan tentang bunuh diri kerap dianggap tabu dan dihindari. Secara umum pembicaraan tentang rasa sakit yang berat dan kematian memang kerap dihindari karena memicu rasa cemas atau takut. Terdapat pula pandangan yang memantangkan pembicaraan mengenai kematian karena manusia dianggap tidak memiliki kuasa akan hal tersebut dan tidak seharusnya berbicara mendahului takdir. Pandangan seperti inilah yang membuat pembicaraan mengenai bunuh diri sulit untuk dilakukan. Padahal dalam sebuah percakapan yang realistis tentang bunuh diri, pembicara dapat mengungkapkan pemikiran dan perasaan yang membuatnya mempertimbangkan bunuh diri, untuk kemudian mengevaluasi lebih lanjut apakah bunuh diri memang jalan terbaik yang bisa ia lakukan.
Bunuh diri juga dianggap sebagai topik yang hanya dapat dibicarakan bersama dengan psikolog atau psikiater. Kekhawatiran akan salah bicara membuat orang pada umumnya memilih diam ketika mendengar topik ini dibicarakan. Di sisi lain, kurangnya pengetahuan dan kepekaan akan kesehatan mental memang dapat mendorong tanggapan yang mengecilkan pernyataan ingin bunuh diri. Walaupun begitu, percakapan tentang bunuh diri baiknya mengambil tempat pertama kali di tengah lingkungan yang familiar dengan pembicara, yaitu bersama keluarga dan teman. Setelah itu keluarga dan teman dapat mendukung pembicara untuk mengkonsultasikan masalahnya lebih lanjut ke profesional kesehatan jiwa. Bila pembicara belum bersedia untuk menemui pihak eksternal, keluarga dan teman dapat melakukan konsultasi ke psikolog atau psikiater, untuk menanyakan dukungan apa yang dapat mereka berikan. Bila pembicara berada dalam situasi yang membahayakan dirinya, jangan biarkan dia sendiri dan segera bawa pembicara ke Unit Gawat Darurat di Rumah Sakit terdekat.
Berikut adalah beberapa opsi tanggapan yang konstruktif saat membicarakan tentang bunuh diri:
Daripada mengatakan … | Lebih baik katakan … | Alasan |
---|---|---|
„Kamu tidak berpikir untuk bunuh diri, kan?“ „Kamu ingin bunuh diri, ya?“ |
„Apakah kamu berpikir untuk bunuh diri?“ | Jangan mengawali pertanyaan dengan pernyataan. Hal ini dapat mendorong orang yang ditanya untuk menjawab sesuai apa yang diinginkan si penanya, bukan sesuai apa yang ia pikirkan. Selain itu pertanyaan seperti ini tidak membuka ruang untuk pembicaraan lebih lanjut. |
„Begitu saja kok sedih“ | „Saya memahami kesedihanmu“ | Tunjukkan empati terhadap pembicara. Ingat bahwa perasaan adalah hal yang subyektif dan sangat mungkin berbeda-beda antar individu. |
„Badai pasti berlalu“ „Tetap berpikir positif“ „Tidak usah terlalu dipikirkan“ „Lupakan saja“ |
„Kamu sedang menghadapi situasi yang sulit“ | Hindari menasihati pembicara dengan kata-kata klise, terutama dalam kondisi yang emosional. Hal ini justru dapat mendorong timbulnya rasa bersalah pada pembicara karena ia tidak bisa melakukannya. |
„Kamu harusnya bersyukur, banyak orang kondisinya lebih parah daripada kamu“ | „Tidak apa-apa kalau kamu merasa seperti itu“ | Saat seseorang tertekan secara emosional, sulit baginya untuk melihat masalah secara obyektif, apalagi bersyukur. Menuntutnya untuk bersyukur malah dapat menimbulkan rasa kecewa pada diri sendiri. |
„Itu cuma ada di kepala kamu“ | „Saya merasa sulit untuk memahami perasaanmu, tapi saya bisa melihat kamu sangat tertekan karena masalah ini“ | Walaupun sulit untuk memahami pembicara, tetap hargai pemikirannya dan keterbukaannya untuk membicarakan masalahnya. |
„Kamu tidak peduli sama keluarga dan temanmu?“ | „Saya ada di sini untukmu“ „Kita bisa lalui ini bersama“ | Ironisnya banyak kasus bunuh diri yang terjadi karena pelakunya terlalu peduli terhadap lingkungannya, namun merasa menjadi beban bagi mereka. Tunjukkan bahwa pembicara dihargai sebagaimana adanya ia. |
„Jangan jadi orang yang lemah“ | „Banyak orang berpikir untuk bunuh diri, tapi banyak juga yang berhasil keluar dari situasi itu“ | Pemikiran bunuh diri adalah salah satu simtom yang umum terjadi saat kesehatan mental tidak seimbang. Hindari memberi penilaian terhadap kepribadian pembicara hanya berdasarkan situasinya saat ini. |
Saat berbicara tentang bunuh diri, lakukan percakapan secara terbuka dan biarkan pembicara mengungkapkan pemikiran dan perasaaannya secara leluasa. Tetaplah tenang dan jaga kontak mata dengan pembicara sebagai tanda bahwa ia didengarkan dan diperhatikan. Simpan penilaian akan diri pembicara untuk dirimu sendiri dan ungkapkan hanya bila ia memintanya. Tidak perlu ajukan banyak pertanyaan, namun di akhir percakapan tetap tanyakan bantuan seperti apa yang ia butuhkan. Pembicaraan tentang bunuh diri memang sulit, namun dapat menjadi langkah pertama menuju kesehatan mental yang lebih baik.