Psychatter

Psychatter

chatting for better understanding

5-Minute Read

Ilustrasi perhatian

Beberapa bulan lalu saya memberikan konseling kepada seorang remaja putri. Ia mengatakan bahwa kondisi emosionalnya saat itu sedang berantakan dan ia menceritakan salah satu kejadian yang melatarbelakangi hal tersebut.

„Papa kirim Whatsapp minggu lalu waktu aku lagi rapat sama teman-teman“, ungkapnya.
„Apa isi Whatsapp-nya?“, tanya saya.
Klien saya menjawab, „Kata Papa cuma perempuan ga bener yang keluar sampai malam-malam buat kumpul-kumpul sama laki-laki“.
„Memangnya teman-temanmu semuanya laki-laki?“, saya bertanya lebih lanjut.
Ga, cuma satu yang laki-laki“.
Setelah itu ia curhat lebih lanjut bahwa ia merasa sangat kesal dengan ayahnya dan sejak saat itu tidak mau berbicara atau bahkan menyapa ayahnya. Bahkan setelah ia sudah menghapus pesan singkat dari ayahnya, ia masih terngiang-ngiang dengan isi pesan tersebut. Di sisi lain, rapat bersama teman-temannya berlangsung dengan lancar dan bahkan acara mereka berjalan dengan sukses, namun hal itu luput dari perhatiannya.

Satu pesan singkat bisa mengganggu kondisi emosional seseorang dan mempengaruhi relasi sosial. Satu pesan singkat yang mungkin hanya memerlukan waktu kurang dari satu menit untuk ditulis dan dibaca, dapat memberi dampak yang besar dalam jangka waktu yang jauh lebih lama. Kondisi ini terjadi karena klien saya memberi perhatian ekstra pada pesan singkat tersebut dan melakukannya berulang-ulang bahkan setelah kejadian tersebut sudah lama berlalu. Tentu saja terdapat banyak faktor lain yang turut mempengaruhi, misalnya kualitas hubungannya dengan ayahnya sebelum kejadian tersebut, pengalaman masa lalu, perbedaan nilai-nilai antar pribadi, atau bahkan kondisi fisik klien saya saat kejadian tersebut terjadi. Namun seandainya klien saya mampu mengabaikan isi pesan tersebut, mungkin kondisi emosional dan relasinya dengan ayahnya akan berbeda.

Kondisi ini menjadi gambaran peran perhatian dalam menjaga kesehatan mental. Perhatian adalah pintu pemrosesan informasi dalam pikiran. Perhatian memberi prioritas, informasi mana yang harus diolah lebih lanjut. Ditinjau dari teori psikologi kognitif, berbagai informasi di luar dan dalam diri awalnya dipersepsi oleh berbagai penginderaan, misalnya kita melihat suatu kejadian di lingkungan, mendengar pembicaraan di sekitar, atau merasakan rasa sakit dari reseptor di dalam organ tubuh. Informasi yang mendapat perhatian akan diolah lebih lanjut, misalnya menjadi informasi yang diingat, digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, dihubungkan dengan pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, dan berbagai kegiatan lainnya yang berkaitan dengan pikiran.

Berbagai informasi yang kita terima sebenarnya netral. Kitalah yang memberi makna apakah informasi tersebut positif atau negatif. Dalam satu hari banyak kejadian yang bisa terjadi dan kita alami, namun biasanya hanya beberapa kejadian tertentu yang mendapat perhatian dan selanjutnya diingat dan bisa jadi mempengaruhi kondisi kita di waktu berikutnya. Sayangnya kerap kali kita cenderung lebih mudah mengingat hal yang memancing emosi atau pemikiran yang negatif dari dalam diri kita atau hal-hal yang benar-benar baru kita alami. Kejadian yang sering dialami atau menyenangkan umumnya hanya lewat begitu saja dan kerap tidak mendapat perhatian.

Mindfulness adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk melatih proses pemberian perhatian. Jon Kabat-Zin, praktisi yang mempelopori penggunaan mindfulness dalam penanganan stres, mendefinisikannya sebagai kesadaran yang muncul melalui pemusatan perhatian yang bertujuan, berada pada momen saat ini, dan tanpa menghakimi diri atau orang lain. Mindfulness dapat mengambil bentuk meditasi, latihan pernafasan, yoga atau bahkan dalam percakapan.

Dalam kegiatan yang mindful, individu membawa perhatian pada momen saat ini tanpa memberi penilaian. Misalnya dalam latihan pernafasan, individu dapat menarik nafas dalam 4 hitungan, lalu menahannya dalam 4 hitungan dan kemudian menghembuskan nafas secara perlahan juga dalam 4 hitungan. Selama proses menarik, menahan, dan menghembuskan nafas bisa jadi individu merasakan sensasi tertentu di tubuh, misalnya sedikit sesak saat menahan nafas, merasa jantung berdebar lebih kencang setelah menghembuskan nafas panjang, dan sebagainya. Sensasi ini bisa jadi mendorong munculnya penilaian tertentu akan diri, sebagai contoh merasa cemas atau menyalahkan diri sendiri karena tidak bisa menahan nafas lama. Bisa jadi individu teringat pada pengalaman masa lalu, atau justru merasa bosan dan secara tidak sengaja mengalihkan perhatian pada hal lain yang tidak relevan. Di situasi ini individu dapat berusaha membawa kembali perhatiannya kepada proses pernafasannya, menerima pemikiran-pemikiran yang muncul tanpa memberi penilaian lanjut.

Melalui latihan mindfulness, kita dapat melatih diri untuk memberi perhatian pada hal yang memang perlu untuk diperhatikan. Saya menerapkan latihan ini secara pribadi ketika melakukan yoga. Saat melakukan pose atau gerakan tubuh yang sulit, kerap muncul pemikiran yang negatif dalam diri saya, misalnya menyalahkan diri karena saya tidak bisa melakukan gerakan tertentu secara sempurna, merasa cemas akan rasa sakit saat melakukan pose tertentu, dan sebagainya. Alih-alih memberi perhatian ekstra pada pemikiran-pemikiran semacam itu, saya belajar memberi perhatian pada nafas saya, pada setiap tarikan dan hembusan nafas, untuk selanjutnya menerima bahwa memang ada gerakan tertentu yang belum saya kuasai. Latihan semacam ini memang tidak bisa secara instan dirasakan efeknya, namun individu dapat belajar untuk memusatkan perhatian pada target yang tepat dan tidak mudah terdistraksi oleh hal lainnya.

Pemusatan perhatian dapat membantu individu untuk secara obyektif memilih hal apa yang akan bermanfaat bila diproses lebih lanjut saat ini. Hal ini tentu saja sebaiknya tidak terjadi terus menerus, ada kalanya kita perlu melakukan kegiatan secara spontan, misalnya ketika bermain atau saat brainstorming mengumpulkan ide dalam rapat bersama kolega. Melamun, teringat akan masa lalu atau merasa khawatir akan masa depan juga dapat membantu bila dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat serta dalam durasi yang tidak berlebihan. Melatih pemusatan perhatian dapat menjadi dasar upaya menjaga kesehatan mental sehari-hari.

Recent Posts

Categories