Di penghujung tahun 2021 lalu saya mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara di Seminar Pusat yang diadakan oleh Keluarga Mahasiswa Katolik Indonesia (KMKI) di Jerman. Tawaran untuk mengisi seminar langsung saya sambut dengan antusias karena hampir seperti sebuah „jawaban doa“. Sejak awal pandemi di tahun 2020 saya mengamati mahasiswa atau individu dewasa muda pada umumnya menjadi kelompok yang terpinggirkan dalam upaya meredam efek pandemi di masyarakat di Jerman. Kampus atau lembaga pendidikan lanjutan kerap menjadi tempat pertama yang ditutup bila angka infeksi meningkat dan tempat terakhir yang dibuka ketika kondisi membaik. Padahal interaksi sosial secara langsung dengan teman sebaya di kampus atau tempat praktikum menjadi salah satu hal yang krusial bagi perkembangan dan kesehatan mental individu dewasa muda. Apalagi bagi mahasiswa Indonesia di Jerman, yang tinggal jauh dari keluarga dan teman di kampung halaman serta harus membangun lingkaran sosial baru di tempat tinggal yang sekarang. Dilatarbelakangi kondisi tersebut, untuk seminar ini saya mengambil tema Psychohygiene, yang berarti upaya untuk menjaga kesehatan mental.
Seminar ini adalah salah satu bagian dari rangkaian acara liburan bersama yang rencananya dilangsungkan di Jugendherberge di Altenburg, Thuringen. Di samping seminar dirancang pula beberapa acara kebersamaan seperti kebaktian, permainan kelompok, atau „Indomie Abend“ (makan Indomie malam-malam). Saya pribadi sebenarnya sangat menantikan kesempatan makan Indomie bersama karena di rumah hanya saya yang makan Indomie. Suami dan anggota keluarga saya yang lain di Jerman tidak bisa menikmati cita rasa Indomie. Di samping itu kesempatan untuk bisa berbicara sepanjang hari dengan bahasa Indonesia tidak mau saya lewatkan. Sejak pandemi saya belum bisa pulang kampung ke Jakarta sehingga saya tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan orang lain dengan bahasa Indonesia. Sayangnya kondisi pandemi yang memburuk akibat penyebaran varian Omikron membuat rencana ini harus dibatalkan. Panitiapun mengatur ulang agar seminar bisa dilakukan secara online.
Terdapat sekitar 50 peserta yang mengikuti seminar secara online. Seminar dibagi menjadi tiga sesi dengan durasi 45 menit yang diselingi istirahat di antaranya. Di sesi pertama saya memaparkan tentang latar belakang biologis kesehatan mental. Walaupun kesehatan mental kerap dianggap tabu dan memalukan untuk dibicarakan secara terbuka dibandingkan dengan kesehatan fisik, keduanya sebenarnya memiliki dasar biologis yang saling berkaitan. Selanjutnya di sesi kedua saya membagikan kapan suatu masalah sebaiknya dikonsultasikan secara profesional dengan psikolog atau tenaga kesehatan mental lainnya, bagaimana mendukung teman yang sedang bermasalah secara psikologis, serta informasi pelayanan kesehatan mental di Jerman. Di sesi terakhir saya membahas tahap perkembangan dewasa muda, yaitu individu di usia 18-30 tahun, dari segi perkembangan fisik, kognitif, emosi, dan sosial. Kelompok dewasa muda memiliki karakteristik yang unik serta kebutuhan yang berbeda dari kelompok usia lainnya, sehingga masalah umumnya muncul ketika kondisi ini tidak dapat diakomodasi dengan baik di lingkungan.
Peserta mengajukan banyak pertanyaan secara langsung kepada saya dan secara anonim melalui satu aplikasi situs online. Sebagian besar pertanyaan berada di seputar tema relasi, baik relasi interpersonal dengan orang lain maupun intrapersonal tentang kesepian dan penerimaan diri pribadi. Sebenarnya saya sudah memprediksi bahwa akan ada banyak pertanyaan tentang relasi, namun saya sedikit merasa kesulitan memberikan saran yang kontekstual dengan kondisi pandemi. Relasi sosial dengan orang lain atau pemahaman dan penerimaan diri adalah beberapa keterampilan yang harus selalu dilatih, sayangnya pembatasan interaksi sosial secara langsung semasa pandemi mempersempit kesempatan untuk melatihnya secara realistis. Pertanyaan terus berdatangan hingga dua minggu setelah seminar. Saya berkomunikasi dengan beberapa peserta melalui Instagram, e-mail, maupun aplikasi pesan instan.
Saya bersyukur tema Psychohygiene mendapat tanggapan yang positif dari teman-teman di KMKI. Hal ini merupakan langkah penting untuk membiasakan pembicaraan tentang kesehatan mental yang terbuka dan suportif. Secara pribadi saya juga senang dapat berkontribusi secara profesional kepada komunitas Indonesia di Jerman. Selama seminar kami berbagi pengalaman sebagai sesama perantau. Ketika menghadapi suatu masalah, bisa jadi kita berpikir bahwa kita adalah satu-satunya orang yang mengalaminya. Hal ini bisa memicu rasa rendah diri dan enggan untuk mencari bantuan. Padahal bila kita berbagi dengan orang-orang yang juga ada di situasi yang sama, kerapkali kita bisa melihat bahwa masalah tersebut sebenarnya umum terjadi.